Jalur Gaza, tampaknya memang tidak pernah sepi dari peperangan. Dua belas hari sudah perang antara Israel dan Hamas terjadi di tempat itu. Sesuai dengan berita yang diterbitkan kompas, serbuan itu sendiri telah menewaskan lebih dari 670 orang Palestina, dan menciderai setidaknya 2.500 orang. Dan itu, bukan angka yang kecil!! Belum lagi angka anak-anak yang tewas, sampai saat ini berjumlah 220 anak-anak. WOW...
Belum lagi, berita serangan Israel ke gedung sekolah milik PBB yang dicurigai sebagai tempat berlindungnya pejuang-pejuang Hamas. Apapun alasannya, serangan terhadap sesama manusia, pembunuhan nyawa seorang manusia tidak pernah dibenarkan oleh agama maupun ajaran moral manapun. Dampak perang tidak pernah menguntungkan, apalagi bagi kesehatan dan nyawa manusia.
Dalam dunia kesehatan, terdapat kelainan yang disebut gangguan stres pasca trauma (Post Traumatic Stress Disorder) atau disingkat PSTD. Kelainan ini merupakan kelainan psikologis akibat adanya trauma yang diterima seseorang. Trauma bisa bersifat fisik, seperti penganiayaan fisik, kekerasan, sampai pemerkosaan, ataupun mental. Biasanya gangguan ini muncul setelah mengalami atau melihat secara langsung kondisi traumatis yang mengancam jiwa, atau menyebabkan ketakutan yang sangat berlebihan.
Tidak semua orang yang mengalami trauma akan menderita hal ini. Diperkirakan hanya 8% mereka yang mengalami peristiwa traumatis berat yang akan menderita PSTD. Mereka yang paling rentan, diantaranya adalah anak-anak. Trauma yang dialami pada masa anak-anak seringkali akan terus terbawa sampai masa dewasa.
Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan pengaruh trauma perang terhadap anak-anak. Thabet dan Vostanis, menemukan tingginya tingkat stress post-trauma pada anak-anak usia sekolah yang mengalami peristiwa perang di Gaza (source: http://www.gcmhp.net/research/Post_traumatic.html). Senada dengan hal itu, Qouta (2005), dalam penelitiannya pada anak-anak di jalur Gaza, juga menemukan bahwa seorang anak laki-laki cenderung mengalami stress apabila melihat ibunya dan dirinya menjadi korban (mengalami) perang (source: http://ccp.sagepub.com/cgi/content/abstract/10/2/135).
Mereka yang mengalami PSTD memiliki gejala berupa: (sesuai DSM-IV, yang dikutip dari situs http://en.wikipedia.org/wiki/Posttraumatic_stress_disorder)
1. Pasca terpapar suatu peristiwa trauma
2. Mengalami ingatan yang berulang-ulang tentang peristiwa tersebut
3. Menghindari untuk membicarakan atau mengingat-ingat peristiwa traumatis yang dialami
4. Peningkatan kegelisahan, sulit tidur, atau peningkatan aktivitas
5. Gejala tersebut timbul lebih dari 1 bulan
6. Adanya gangguan signifikan dalam pekerjaan, sosialisasi, dan fungsi lain
Kondisi ini dapat diterapi dengan menggunakan psikoterapi sekaligus pengobatan medikamentosa (menggunakan obat). Akan tetapi, dibalik itu semua, seorang penderita PSTD pasti akan hidup dalam bayang-bayang traumatis yang pernah dialaminya. Apalagi seorang anak-anak. Bayangkan proses trauma yang harus diembannya sampai dewasa.
Entah apapun sebabnya, saya kira tidak ada satu orang pun di dunia yang senang dengan perang (kecuali mungkin orang-orang gila, yang berpendapat bahwa membunuh dan menyiksa orang itu menyenangkan). Sekali lagi, perang tidak pernah menghasilkan keuntungan apapun bagi siapapun. Sebaliknya, kerugian akibat perang jauh lebih besar dan menakutkan.
So, stop the war, make peace on earth!!!
(Gambar diambil dari http://www.kompas.com/read/xml/2009/01/08/10194042/israel.lanjutkan.serbuan.di.gaza, dan http://www.reuters.com/article/homepageCrisis/idUSL8463036._CH_.2400)
08 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar